PENGOLAHAN SUSU UHT
( ULTRA HIGH
TEMPERATUR )
Disusun Oleh :
Dwi
Ayu Lestari ( 07 )
Rini
Inayati ( 24 )
Slamet
Ngesti Raharjo ( 28 )
Taufik
Wicaksono ( 29 )
Wahyu
Siti Maisaroh ( 33 )
KELAS 2 TPHP 1
Guru Pembimbing
Tri Sukma Anggraeni S.TP.,MSc
PEMERINTAH KABUPATEN
TEMANGGUNG
LABORATORIUM
PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
SMK NEGERI 1 TEMANGGUNG
Jalan Kadar Maron
No. 104, Telp/Fax : (0293) 4901639 Temanggung
Tahun
Ajaran 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya.
Kami sangat
berrsyukur karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “ Pengolahan Susu UHT ”. Oleh karena itu kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1.
Ibu Tri Sukma
Anggraini S.TP, M.Sc selaku guru pengampu pelajaran HACCP yang telah memberikan
kesempatan bagi kami untuk menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“pengolahan susu UHT” ini.
2.
Semua teman teman dan
pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Temanggung, 13 November 2014
Penyusun
makalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Susu adalah hasil pemerahan sapi
atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau digunakan sebagai makanan
yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah
bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1982).
Susu merupakan suatu campuran yang
kompleks, terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan banyak senyawa karbon
lainnya serta garam-garam anorganik yang terlarut atau terdispersi dalam air
(Marliyati, 1982).
Susu
merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah
dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat namun hingga saat ini
kualitas dan manfaatnya belum banyak dipahami oleh masyarakat (Eirry, 2005).
Tingginya
kandungan bakteri didalam susu disebabkan oleh kontaminasi sebagai akibat
penanganan susu yang tidak hygienis. Kontaminasi bakteri pada susu tidak dapat
dihindari kecuali dengan memperkecil kemungkinan terkontaminasi dan menghambat
pertumbuhan bakteri.
Susu
UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan
dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135O C - 145O C)
selama 2-5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh
mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang
singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk
mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu
segarnya.
Susu
UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis
berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun
tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu
UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis
susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu
menembusnya dengan terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu
UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT
disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses
tersebut secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia
sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar kesehatan
internasional.
Kelebihan-kelebihan
susu UHT adalah simpannya yang sangat panjang ada susuh kamar yaitu mencapai
6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin.
Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti
susu pasteurisasi. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis
karena bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk)
serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan
hampir tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan
mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif
tidak berubah.
Dengan
demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin susu UHT bebas
bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan
di lemari pendingin hingga 10 bulan setelah diproduksi.
1.2 Tujuan
1.
Siswa dapat mengetahui prinsip pengolahan Susu UHT
2.
Siswa dapat mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi
pengolahan Susu UHT
3.
Siswa dapat memahami pengertian CP, CCP dan CL serta
penerapannya dalam pengolahan Susu UHT
4.
Siswa dapat melakukan identifikasi bahaya pada
pengolahan Susu UHT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Susu UHT (Ultra High Temperatur) adalah susu yang telah mengalami
pemanasan diatas titik didih. Susu dipanaskan pada suhu 109 – 1120C
selama 20 – 40 menit. Biasanya kedalam produk ini harus ditambahkan beberapa
vitamin tertentu, antara lain : vitamin C dan vitamin B1, yang rusak karena
pemanasan yang tinggi. Pada produk ini kadang-kadang ditemukan bau gosong, yang
disebabkan adanya gugusan laktosa yang turut terbakar (Mirnawati dkk, 1993).
Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan
kemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh
seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan
faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan
pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu segar yang memiliki
mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra
panen hingga pasca panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus diatur agar
bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika
dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan menghasilkan
susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga harus didukung oleh
cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya adalah pencegahan kontaminasi
fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu
segar yang baru diperah harus diberli perlakuan dingin termasuk transportasi
susu menuju pabrik.
Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu UHT juga harus
dilakukan dengan sanitasi yang maksimum yaitu dengan menggunakan alat-alat yang
steril dan meminimumkan kontak dengan tangan. Seluruh proses dilakukan secara
aseptik (Manik dkk, 2006).
Kerusakan susu UHT sangat mudah dideteksi secara visual, ciri utama yang
umum terjadi adalah kemasan menggembung. Gembungnya kemasan terjadi akibat
kebocoran kemasan yang memungkinkan mikroba-mikroba penbusuk tumbuh dan
memfermentasi susu. Fermentasi susu oleh mikroba pembusuk menghasilkan gas CO2
yang menyebabkan gembung. Kerusakan juga ditandai oleh timbulnya bau dan rasa
yang masam. Selain menghasilkan gas, aktivitas fermentasi oleh mikroba pembusuk
juga menghasilkan alkohol dan asam-asam. Fermentasi susu oleh bakteri pembusuk
juga pembusuk juga menyebabkan koagulasi dan pemecahan protein akibat penurunan
pH oleh asam-asam organik. Koagulasi dan pemecahan protein inilah yang
menyebabkan tekstur susu rusak yaitu menjadi pecah dan agak kental (Ali dkk,
2003).
Enzim Dalam
Susu
Enzim dalam susu merupakan protein yang dihasilkan oleh sel jaringan ambing
dan juga bakteri dalam susu. Enzim mudah rusak oleh proses pemanasan. Enzim
yang normal ditemukan dalam susu antara lain enzim lipase, protease, laktose,
fosfatase, peroksidase, reduktase, dan katalase (Rahman et al. 1992). Enzim
peroksidase dikenal sebagai enzim laktoperoksidase adalah suatu protein yang
mengandung zat besi sebanyak 0,07% (Webb et al. 1983). Menurut Blanc
dalam Downey (1977) kandungan enzim peroksidase didalam susu segar adalah 4.000
sampai 5.000 IU.
Enzim peroksidase mempunyai aktifitas hidrogen peroksida dan keberadaannya
dapat digunakan untuk pengujian kualitas susu. Enzim peroksidase menjadi tidak
aktif pada suhu pemanasan 80oC (Rahman et al. 1992). Menurut
Sanjaya (1990) enzim peroksidase musnah pada pemanasan 70oC selama
150 menit, suhu 73oC selama 13 menit, suhu 77oC selama 30
detik atau selama 8 detik.
Mikroorganisme
Sebagai Penyebab Kerusakan Susu
Mikroorganisme yang berada dalam susu merupakan faktor utama penyebab
terjadinya kerusakan dalam susu. Jumlah bakteri yang tinggi terjadi pada susu
yang penanganannya tidak hygienis atau pada susu yang diperah dari sapi yang
sakit(Lampret, 1974).
Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa kerusakan akibat aktifitas dan
pertumbuhan mikroorganisme biasanya lebih berbahaya dibandingkan
kerusakan-kerusakan lainnya. Kerusakan susu karena aktifitas mikroorganisme
dapat mengakibatkan terbentukya asam, gas, ketengikan, perombakan protein dan
lemak, perubahan bau, rasa dan warna yang tidak disukai.
Mikroorganisme
Dalam Susu
Mikroorganisme yang ditemukan dalam susu sangat erat hubungannya dengan
penanganan susu. Mikroorganisme yang berada dalam susu berasal dari badan sapi,
kandang, alat-alat pemerah, proses pemerahan dan debu (Gillmour dan Rowe,
1990). Menurut Soejoedono (1999) pada umumnya jumlah bakteri yang ada dalam
susu dari sapi yang sehat sangat sedikit yaitu kurang dari 50.000 cfu/ml.
Apabila penanganan susu dilakukan dengan baik setelah prises pemerahan, hal
tersebut sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Bakteri yang
sering terdapat di dalam susu adalah:
- Bakteri pembentuk asam yaitu Streptococcus
lactis, streptococcus cremoris, Lactobacilli, Mycrobacterium lacticum,
Micrococcuc sp., Mikrococcus terudie dan bakteri koliform.
- Bakteri pembentuk gas yaitu
golongan Enterobacteriaceae dan Pseudomonas fragi
- Bakteri pembentuk lendir antara
lain Alkakigenes viscolactis, Aerobacter aerogenes, Streptococcus
cremoris dan Mykrococcus sp.
- Bakteri proteolitik yang dapat memecahkan
protein yaitu Bacillus subtilis, Bacillus cereus var. micoides,
Pseudomonas putrefacien, Pseudomonas viscora dan Streptococcus
liquifaciens.
- Bakteri yang dapat menyebabkan
lemak susu pecah antara lain Pseudomonas flourescens dan
Achromobacter lipolyticum (Varnam dan Sutherland, 1994 ; Pasaribu,
1996).
Kemungkinan pencemaran oleh bakteri terjadi pada waktu pengemasan,
pengangkutan dan penyimpanan ditoko atau rumah (Foley dan Buckley dalam Downey,
1977). Keberadaan bakteri Staphylococcus aureus dalam susu bisa berasal
dari alat-alat yang digunakan pada saat pengolahan dan pengemasan. Sifat
bakteri S. aureus adalah gram positif, koagulase positif dan fakultatif
aneorob. Pada keberadaan aneorob S. aureus akan menghasilkan asam laktat
yaitu suatu produk fermentasi glukosa sedangkan pada keadaan aerob menghasilkan
asam asetat (Minor dan Marth, 1976). Asam yang dihasilkan pada metabolisme
bakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona kuning disekitar koloni pada media
vogel johnson agar(VJA), sedangkan tellurite akan direduksi menjadi metalik
tellirium menyebabkan koloni berwarna hitam (Oxoid Manual, 1982).
Minor dan Marth (1976) menyatakan bahwa kehadiran S. aureus dalam
makanan akan membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini disebabkan karena
kemampuan bakteri tersebut dalam memproduksi enterotoksin yang mengakibatkan
keracunan makanan (food intoxication).
Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993) tujuan pemeriksaan S. aureus
dan toksinnya dalam bahan makanan adalah untuk konfirmasi S. aureus
sebagai agen penyebab keracunan makanan. Selain itu untuk menentukan apakah
bahan makanan tersebut mengandung atau merupakan sumber potensial dari enterotoxigenic
staplylococci. Pemeriksaan S. aureus dapat jga memberikan gambaran
terjadinya pencemaran setelah pengolahan yang biasanya berkaitan erat dengan
kontak produk olahan dengan manusia atau dengan alat pengolahan yang tidak
bersih.
Penyimpanan
Susu UHT (Ultra High Temperatur)
Susu UHT dikemas dengan karton atau plastik yang umumnya merupakan kemasan
steril, sehingga aman digunakan sebagai bahan penyimpanan produk-produk susu.
Penggunaan kemasan karton sangat baik sebab memberi perlindungan terhadap
cahaya matahari langsung sehingga menghindari proses oksidasi terhadap vitamin
dan lemak, tidak mudah pecah dan penggunaan sekali pakai dapat menjamin tidak
terjadi kontaminasi ulang (Foley dan Buckley dalam Downey, 1977). Bahan kemasan
karton tidak boleh merupakan sumber pencemaran, bebas dari bahan racun dan
tidak mengganggu sifat fisik susu.
Winarno (1985) menyatakan bahwa kemasan karton harus kedap air untuk
mencegah kontaminasi dari luar. Karton ini dilapisi dengan lilin, plastik atau
karton langsung dilapisi oleh lapisan kertas alumunium, sehingga mencegah
keluar masuknya gas atau uap air. Menurut Allen dan Joseph (1985) bahan dasar
kemasan plastik adalah polyethylene, yang dapat ditembus oleh oksigen. Untuk
mencegah penyerapan oksigen pada kemasan karton yang juga menggunakan pelapis
plastik maka diberikan selapis alumunium. Produk susu yang siap dipasarkan
harus disimpan pada suhu dibawah 10oC (Allen dan Joseph, 1985). Hal
ini untuk menghambat pertumbuhan kuman termodurik yang mungkin masih
hidup dan dapat berkembang biak.
Fardiaz (1985) menyatakan bahwa penyimpanan produk susu UHT (Ultra High
Temperatur ) baik dalam karton maupun dalam plastik harus selalu disimpan
didalam lemari pendingin pada suhu dibawah 8oC tetapi diatas titik
beku susu (-0,52oC). Demikian juga pengiriman ketoko dan pasar
swalayan harus dilakukan dengan menggunakan pendingin. Apabila susu dibiarkan
terlalu lama disuhu kamar selama pengangkutan maka setiap jam jumlah
mikroorganisme akan bertambah dua atau tiga kali lipat, umumnya bakteri perusak
didalam susu mempunyai waktu generasi sekitar 20 sampai 30 menit pada suhu 32oC
sampai 37oC.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Proses Pengolahan Susu UHT
Pada proses
pengolahan susu UHT dikenal dua tipe pemanasan, yaitu: (1) tipe pemanasan
langsung (direct heating) dan (2) tipe pemanasan tidak langsung (indirect
heating). Pada tipe pemanasan langsung terjadi pencampuran antara susu dan uap
panas, baik dalam bentuk injeksi uap panas pada susu ataupun injeksi susu
kedalam uap panas. Pada tipe pemanasan tidak langsung tidak terjadi kontak
antara uap panas dengan susu, biasanya banyak digunakan pada berbagai jenis
“Plate Heat Exchange” (PHE) (Legowo, 2005). Menurut Hadiwiyoto (1983), alat
yang digunakan untuk proses UHT misalnya otoklaf (apabila kapasitasnya kecil)
dan retort (apabila kapasitasnya besar).
Proses
pemanasan UHT biasanya dilakukan dengan pemanasan sampai temperatur 2700F
(1320C) selama tidak kurang dari satu detik (Soeparno, 1992).
Menurut Legowo (2005), beberapa tahap proses pengolahan susu UHT yang sering
diterapkan di industri pengolahan susu antara lain meliputi: pencampuran
(mixing), termisasi, pasteurisasi, homogenisasi, sterilisasi, regenerasi, dan
pengisian (filling).
1. Penerimaan Bahan
Baku
Penerimaan bahan
baku merupakan titik kendali kritis (CCP), karena akan mempengaruhi keamanan produk
akhir. Pada penerimaan bahan baku untuk susu segar terdapat tiga titik kendali
kritis. Bahaya yang mungkin terjadi adalah penyimpangan terhadap spesifikasi
bahan baku. Dalam hal ini bahaya fisik dapat diabaikan karena disamping masih
ada proses selanjutnya untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya, dilakukan
juga pengawasan terhadap mutu bahan baku yang datang oleh Departemen Logistik
dan Departemen QC. Penyimpangan yang terjadi yang dapat membahayakan kesehatan
manusia adalah adanya bahaya kimia yaitu residu pestisida dan residu antibiotic
serta bahaya mikrobiologi yaitu adanya cemaran mikroba. Untuk mencegah bahaya
tersebut maka dilakukan pengawasan terhadap bahan baku. Pengawasan bahan baku
yang dilakukan adalah pengujian visual, mikrobiologi, kimia dan fisik dan penetapan spesifikasi
bahan baku dengan benar yaitu dilakukan pengontrolan terhadap pemasok (supplier).
2. Tahap “mixing”
Tahap
“mixing” merupakan tahap awal dari proses pembuatan susu UHT. Pada tahap ini
dilakukan pencampuran susu dengan bahan penunjang seperti gula, bahan penstabil
(stabilizer), bahan pemberi cita rasa (flavor) dan pewarna (Legowo, 2005).
3. Termisasi
Setelah
tahap “mixing”, proses pembuatan susu UHT dilanjutkan dengan tahap termisasi
atau pemanasan awal. Tahap termisasi merupakan tahap dimana susu dipanaskan
pada suhu rendah sebelum di pasteurisasi. Pada tahap ini susu mulai dipanaskan
hingga suhu sekitar 650C dalam waktu beberapa detik (Legowo, 2005).
4. Pasteurisasi
Tahap
pasteurisasi pada proses pembuatan susu UHT adalah dengan jalan memanaskan
susu pada
suhu sekitar 80 – 900C selama beberapa detik (Legowo, 2005). Tujuan
dari pasteurisasi adalah untuk membebaskan susu dari mikrobia patogen sehingga
susu aman untuk dikonsumsi. Pasteurisasi juga dimaksudkan untuk menurunkan
jumlah total mikrobia khususnya yang merugikan sehingga dapat memperpanjang
daya simpan produk susu tersebut (Widodo, 2003).
5. Homogenisasi
Setelah
pasteurisasi susu selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah homogenisasi.
Proses homogenisasi susu dilakukan pada tekanan sekitar 2900 psi (Legowo,
2005). Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula –
globula lemak susu (Hadiwiyoto, 1983).
6. Sterilisasi
Tujuan utama
sterilisasi adalah membunuh seluruh bakteri baik pathogen maupun non pathogen
dan menurunkan jumlah spora bakteri agar susu dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama tanpa pendinginan (Widodo, 2003). Pada tahap ini susu homogen yang
dihasilkan setelah homogenisasi kemudian diteruskan ke PHE (“Plate Heat
Exchange”) dan dipanaskan pada suhu 135 – 1400C selama 3 – 5 detik.
Proses sterilisasi merupakan pemanasan utama (main heating) pada pembuatan susu
UHT (Legowo, 2005). Sterilisasi UHT menyebabkan kehilangan sejumlah vitamin C,
asam folat, vitamin B12 dan kira – kira 20% tiamin serta menyebabkan denaturasi
protein – protein serum sampai 70%, terutama hemoglobin. Denaturasi protein –
protein yang mudah larut menyebabkan susu berwarna lebih putih (Soeparno,
1992).
7. Regenerasi
Setelah susu
dipanaskan melalui proses sterilisasi, kemudian susu segera didinginkan melalui
tahap regenerasi. Pada tahap ini suhu susu diturunkan hingga suhu 280C
( Legowo, 2005).
8. Pengisian (aseptic filling )
Tahap
terakhir dari proses pembuatan susu UHT adalah susu steril yang dihasilkan segera
dikemas melalui tahap “filling” kedalam wadah yang disediakan dan telah
disterilkan (Legowo, 2005). Wadah utama yang digunakan harus melindungi produk
dari kontaminasi, memantapkan kandungan air dan lemaknya, mencegah bau dan
benturan, memudahkan transportasi atau pengangkutan dan lain – lain (Winarno,
1980).
3.2
Penentuan CCP, CP, dan CL
a) Penerimaan Bahan Baku untuk Susu Segar dan Susu Bubuk
Penerimaan
bahan baku merupakan titik kendali kritis (CCP), karena akan mempengaruhi
keamanan produk akhir. Pada penerimaan bahan baku untuk susu segar. Sehingga
perlu dilakukan pengolahan selanjutnya sampai batas yang dapat diterima
konsumen.
b) Proses Pasteurisasi
Proses
pasteurisasi yang dilakukan dengan menggunakan pasteurizer ini merupakan CCP
atas bahaya mikrobiologi. Bahaya mikrobiologi yang berupa mikroba pathogen ini
dapat timbul apabila suhu dan waktu yang digunakan pada proses pasteurisasi
tidak tercapai. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan memeriksa
temperature dan waktu pasteurisasi secara periodic selama proses produksi. Suhu
pasteurisasi yang digunakan pada proses produksi susu UHT di PT. Susu UHT
adalah 82oC – 86oC, dengan waktu pasteurisasi 30 detik. Hal lain yang perlu
dilakukan dalam tindakan pengendalian bahaya adalah kalibrasi alat pencatat
suhu dan waktu yang berada pada pasteurizer dan dilakukan pengendalian dengan
cara CIP yang benar. Tindakan koreksi yang mungkin dilakukan pada proses
pasteurisasi adalah menghentikan proses jika suhu dan waktu pasteurisasi tidak
tercapai dan dilakukan pasteurisasi ulang. Dan untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya bahaya perlu juga dilakukan tindakan koreksi berupa kalibrasi alat
dan perketat proses CIP.
c)
Proses sterilisasi merupakan CCP. Bahaya yang mungkin
timbul pada proses ini adalah mikroba pathogen, bila suhu sterilisasi tidak
tercapai. Suhu sterilisasi yang digunakan pada proses produksi susu UHT di PT.
Susu UHT adalah 142oC – 145oC selama 4 detik. Pengendalian bahaya pada proses
ini dilakukan dengan memeriksa temperature secara periodic (5 kali per kode
produksi) selama proses produksi berlangsung.Pemeriksaan ini dilakukan dengan
inspeksi visual terhadap panel pengatur suhu dan layar penunjuk suhu pada
sterilizer. Pencatatan suhu hasil inspeksi dilakukan setiap satu kali dalam
satu jam dan dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap kode produksi. Apabila
terjadi penyimpangan pada proses sterilisasi, maka tindakan koreksi yang dapat
dilakukan adalah menghentikan proses produksi jika suhu sterilisasi tidak
tercapai dan dilakukan sterilisasi ulang. Sedangkan tindakan pencegahan yang
mungkin dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan pada proses
sterilisasi adalah dengan melakukan kalibrasi alat pengukur suhu pada
sterilizer dan dengan memperketat proses CIP (sanitasi alat).
d)
Proses aseptic filling ditetapkan sebagai CCP
dikarenakan untuk mengendalikan kemungkinan bahaya mikrobiologi yang timbul
pada saat proses berlangsung. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi cemaran
mikroba pathogen, maka pada proses ini perlu dilakukan tindakan pengendalian
berupa control suhu aseptic chamber, control tekanan water sealing,
pemeriksaan mesin filling secara periodic atau teratur serta menjaga filling
room agar tetap se-aseptik mungkin. Tindakan koreksi yang dilakukan jika
proses ini tidak sesuai dengan yang diharapkan adalah dengan menghentikan
proses jika suhu dan tekanan tidak tercapai, serta dilakukan juga pencocokan
parameter suhu dan tekanan dari aseptic filling machine.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari data diatas, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Prinsip pengolahan susu UHT adalah penggunaan suhu tinggi dengan waktu yang
singkat dimaksudkan
untuk membunuh seluruh mikroba baik pembusuk maupun patogen dan sporanya,
sehingga memiliki mutu yang sangat baik.
2. Factor- factor yang mempengaruhi pengolaha susu UHT adalah:
a. Bahan baku
b. Proses
penanganan
c. Pengolahan dan
pengemasan
3. Critical Control Point (CCP), adalah langkah
di mana pengendalian/kontrol dapat dilakukan dan penting untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya terhadap keamanan makanan atau mengurangi bahaya tersebut
hingga tingkat yang dapat diterima (NACMCF 1997). Pada
pengolahan susu UHT, CCP ditetapkan pada tahap penerimaan bahan baku,
pasteurisasi, sterilisasi,dan pengisian (aseptic filling)
4. Control Point (CP), adalah langkah
di mana pengendalian/kontrol dapat dilakukan dan penting untuk mencegah
terjadinya cacat ekonomi, dan tingkat bahaya ringan. Dalam pengolahan susu UHT,
CP ditetapkan pada tahap homogenisasi.
5. Critical Limit (CL), adalah suatu nilai yang merupakan
batas antara keadaan dapat diterima dan tidak diterima, ditetapkan pada setiap
CCP yang ditentukan. CL meliputi suhu, waktu, kelembaban, nilai Aw, nilai pH,
kualitas dan kuantitas mikroba, klorin bebas,kondisi fisik, cemaran, dan nilai
kimia.
6. Dalam pengolahan susu UHT, bahaya yang mungkin timbul
adalah bahaya biologis, fisik, dan kimia.
7. Bahaya biologi pada pengolahan susu UHT adalah
bermacam- macam mikroba yang berasal dari susu, seperti Mycobacterium, Brucella, dan
Salmonella.
8. Bahaya kimia yang mungkin timbul adalah
9. Sedangkan bahaya fisik yang mungkin timbul adalah
DAFTAR PUSTAKA
diakses tanggal 10 November 2014
pukul 16:11
Anonim. Factor
kritis pada proses aseptis susu UHT. http://seafast.ipb.ac.id dikses tanggal 10 November 2014 pukul 16:29
diakses tanggal 10 November
2014 pukul 16:23
Talib,F. 2007.Pengendalian
Bobot Bersih Susu UHT. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian :Institut Pertanian Bogor
Widhiastuti,M.2006. Perencanaan Kebutuhan Dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu UHT. Program Studi Manajemen
Agribisnis Fakultas Pertanian
:Institut Pertanian Bogor